JAM TANGAN ACEH UTARA
Jam mula didorong oleh beban yang tergantung. Karena mereka bergantung pada gravitasi guna bekerja dengan baik, mereka mesti dipasang dengan powerful di dinding atau dalam kasing. Tetapi pada 1400-an, sudah ditemukan bahwa mekanisme jarum jam bisa didukung oleh pegas melingkar sebagai gantinya. Ini mengarah pada pengembangan jam portabel kesatu oleh Peter Henlein, seorang pekerja logam Jerman, pada mula abad ke-16 (beberapa sumber memuji Henlein dengan membuat jam bertenaga pegas, namun ini masih diperdebatkan). "Taschenuhr" Henlein tersebut mahal, melulu punya masa-masa satu jam, dan tidak akurat - tersebut berjalan lebih lambat sebab pegas utama tidak dicungkil - namun dengan cepat menjadi populer dan menelurkan tidak sedikit peniru.
Perkembangan besar berikutnya dalam teknologi arloji saku datang pada 1657, saat ilmuwan dan penemu Belanda yang familiar Christian Huygens merancang perakitan ekuilibrium musim semi, yang menciptakan arloji berlangsung lebih akurat dan memungkinkan peningkatan jarum menit. Arloji kesatu yang diciptakan sesuai dengan rencana Huygens diserahkan sebagai hadiah untuk Raja Louis XIV dari Perancis.
Jam tangan mula ini dikenakan pada rantai leher. Tetapi busana lelaki berubah pada abad ke-17 dan ke-18, dan rompi menjadi bagian urgen dari pakaian lelaki berpakaian bagus, dan menjadi lebih umum untuk membawa arloji di saku rompi sebagai gantinya. Sekitar ketika ini, pemakaian kristal guna menutupi wajah arloji dan mengayomi tangan dari kehancuran menjadi urusan biasa.
Revolusi Industri abad ke-18 dan 19 mengakibatkan produksi massal jam tangan saku. Perkembangan ini pun didorong oleh bertambahnya popularitas kereta api. Pekerja kereta api memerlukan pencatat masa-masa yang akurat untuk mengerjakan pekerjaan mereka dan menghindari kecelakaan, dan ini berarti permintaan besar bakal jam tangan yang murah, tangguh, dan presisi. Produsen arloji belajar guna mengganti sejumlah komponen logam di arloji mereka dengan perhiasan, yang lebih gampang rusak dan aus, dan arloji yang bisa dilukai tanpa kunci dikembangkan. Pada ketika yang sama, desain yang disederhanakan menciptakan jam tangan lebih murah guna diproduksi, sampai-sampai setiap pekerja sekarang dapat membelinya.
Pada abad ke-20, pemakaian jam tangan saku menurun tajam. Sementara jam tangan pada awalnya ialah pakaian wanita, mereka menjadi lebih populer di kalangan lelaki selama Perang Dunia I, di mana tentara diserahkan jam tangan sampai-sampai mereka dapat mengawal tangan mereka bebas. Setelah perang, jam tangan menjadi standar, namun arloji saku masih populer di kalangan mereka yang merasakan gaya menarik mereka.
Labels
Blog Archive
-
▼
2019
-
▼
November
- Jam Tangan Kalimantan Timur
- Jam Tangan Balikpapan
- Jam Tangan Kalimantan Selatan
- Jam Tangan Papua
- Jam Tangan Balangan
- Jam Tangan Badung
- Jam Tangan Asmat
- Jam Tangan Asahan
- Jam Tangan Kota Ambon
- Jam Tangan Alor
- Jam Tangan Aceh Utara
- Jam Tangan Aceh Timur
- Jam Tangan Aceh Tenggara
- Jam Tangan Aceh Tengah
- Jam Tangan Aceh Tamiang
- Jam Tangan Aceh Singkil
- Jam Tangan Aceh Selatan
- Jam Tangan Aceh Jaya
- Jam tangan Aceh Besar
- Jam Tangan Aceh Barat Daya
- Jam tangan Aceh Barat
- Jam tangan serang
- Jam Tangan bekasi
- Jam tangan banten
- Jam tangan Madura
- Jam tangan Solo
- Jam tangan bandung
- Jam tangan tegineneng
- Jam tangan malang
- jam tangan surabaya
- jam tangan bali
- Jam tangan Palembang
- Jam Tangan Lampung
-
▼
November
Posting Komentar